Sore
ini Ariesya dan Ara berada ditaman di kediaman Biyon, Ara duduk diayunan yang
didorong Ariesya. Beberapa menit kemudian Bianca ikut bergabung. Mereka tampak
gembira sambil bercanda. Ariesya melirik jam mungil ditangannya, menunjukkan
pukul lima sore saatnya ia pulang.
“ummm... sudah jam lima, bu guru mau pulang dulu” mendengar Ariesya hendak pulang, Ara langsung
memegang tangan Ariesya begitu erat.
“gak,
bu guru gak boleh pulang” teriak Ara menolak
“tapi....
hari sudah sore” Ariesya memberi penjelasan. Ara menggeleng ia tak mau
mendengar penjelasan Ariesya, kini ia memeluk Ariesya erat. “pokoknya gak boleh
pulang...” Ara merengek. Ariesya memandang Bianca berharap Bianca mengatakan
sesuatu.
“yeah...
tunggu beberapa menit lagi aja Sya, mungkin Ara bisa dibujuk nantinya” akhirnya
Bianca berbicara memberi solusi, Bianca mengedipkan sebelah matanya kepada Ara
yang disambut Ara dengan menujukkan jari jempolnya. Melihat isyarat mereka
berdua Ariesya langsung mengernyitkan alisnya.
“permainan
apa lagi sih yang direncanakan kalian?” tanya Ariesya kepada Bianca, Bianca
hanya mengedikkan bahunya membuat Ariesya makin penasaran dibuatnya. Tiba-tiba
langit berubah menjadi gelap, suara geledek kecil-kecil mulai bersahutan.
“duh
sepertinya mau hujan lagi nih” Ariesya memandang kelangit yang kini diselimuti
awan hitam yang menggumpal. Selang beberapa menit kemudian hujan turun. Mereka
berlari kedalam rumah sebelum pakaian mereka basah. Kini mereka duduk diruang
keluarga. Bianca dan Ara saling berpandangan, kini mereka tersenyum.
“apaan
sih kalian... bikin penasaran saja” ujar Ariesya memperhatikan mereka berdua
bergantian. “ada deh... kayaknya rencana makin terlaksana dengan ditambah
hujan” sahut Bianca. “maaf mengganggu... ini teh panas buat nona Ariesya dan
susu panas buat nona Ara” ujar bi Sastri mengagetkan mereka bertiga. Bi Sastri
meletakkan nampan yang berisi minuman panas tersebut. “dan ini cookies untuk
menemani minum kalian” sambung bi Sastri lagi. Ariesya mengucapkan terima kasih
sebelum bi Sastri berlalu dari hadapan mereka. Ariesya dan Ara menikmati
minumannya masing-masing. Ariesya sesekali melihat keluar jendela berharap
hujan akan mereda.
@@@@@@
Biyon
menyandarkan tubuhnya kekursi empuk miliknya. Rasa penat menghampirinya setelah
beberapa menit yang lalu ia menyelesaikan rapat tertutup dengan beberapa staf
ahli karyawannya. Diliriknya jam ditangannya, menunjukkan pukul lima sore.
Masih lama untuk ia pulang, biasanya ia akan beranjak keluar dari kantornya
paling cepat pukul 9 malam setelah ia memeriksa dokumen hasil pekerjaan
karyawannya. Biyon menghembuskan nafasnya perlahan-lahan. Entah kenapa ia malas
untuk membuka setumpuk dokumen didepannya ini. Diambilnya ponsel dari kantongnya
dan memencet nomor tunanganannya, sudah beberapa hari ini ia tidak
berkomunikasi dengan Monica. Tapi niatnya ini diurungkan. Monica juga sama saja
seperti dirinya, tidak pernah memberitahukan keadaannya. Apakah begini kalau orang bertunangan? Tidak saling ingin
mengetahui keadaaan masing-masing. Sebenarnya Biyon tidak mencintai Monica,
lalu untuk apa ia bertunangan? Biyon mengusap wajahnya. Setiap pertanyaan itu
muncul dalam benaknya ia merasa pusing. Well setiap pria dewasa seperi dirinya
pastilah ditanya kapan menikah? Dan itulah kenapa Biyon bertunangan dengan
Monica, untuk menghindari pertanyaan yang selalu dilontarkan dari mulut
mamanya. Mamanya setiap pulang dari negara Rusia selalu berbicara ia ingin
menggendong cucu dari Biyon, ya meskipun mamanya sudah dapat cucu dari putrinya
sendiri Bianca yaitu Ara. Biyon beranjak dari kursinya dan menuju jendela kaca
menatap langit sore. Biyon kembali melamun, mengingat masa lalunya ketika ia
pertama kali berjumpa dengan Monica. Biyon berkenalan dengan Monica melalui
adik iparnya Bayu Pratama yang tak lain suami adik kembarnya Bianca. Monica
sendiri merupakan sahabat Bayu begitu kata mereka berdua. Tiba-tiba terlintas
ide gila dalam pikirannya melihat Monica yang cantik, enerjik, dan smart untuk
melakukan ikatan pertunangan dan gayung pun bersambut ternyata Monica setuju
untuk melakukan hal gila tersebut. Entah motif apa Monica setuju melakukannya,
hingga kini ia tak tau. Pernah ia berpikir Monica mau melakukannya karena
hartanya tapi dengan wajah memelas Monica bilang ia mencintainya sejak pertama
ia bertemu dengan Biyon. Biyon akhirnya percaya, mungkin dengan berjalannya
waktu ia akan mencintai Monica. Mencintai
Monica? Biyon menghembuskan nafasnya keras-keras, tepatkah pilihannya
sekarang ini? Apakah ia telah menyesal? Batin Biyon berkecamuk. Teringat ia
akan kejadian pagi tadi, yang hampir saja membuat dunianya kacau balau. Ariesya
gadis mungil itu telah membuat hatinya bergetar.
Suara
menggelegar dari langit mengagetkan Biyon, ia pun tersadar dari lamunannya. Langit
telah ditutupi oleh awan hitam yang tebal pertanda hari akan hujan deras.
Dilihatnya ponsel masih dalam genggaman tangannya dan tertera dilayar nama
Monica, ia tadi urung meneleponnya. Biyon menimbang-nimbang, baiklah ia akan
menelepon Monica sekedar basa-basi menanyakan kabarnya. “ nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi” begitulah
suara operator itu terdengar setiap kali ia menghubungi ponsel Monica. Biyon
mengerutu kesal, terlihat sekali diwajahnya yang tampan. Kemana sih kamu Monica gumam Biyon, kembali ia melihat langit sore
yang mulai terlihat titik-titik air hujan. Akhir-akhir ini cuaca kurang
bersahabat, karena itulah ponakannya yang manis Ara jatuh sakit. Dan sekarang
ini Ara ditemani oleh gurunya, Ariesya? Bagaimana dengan gadis itu ya? Apakah
ia sudah pulang, mengingat hujan deras tersebut apakah ia masih menemani Ara?
Beberapa pertanyaan berkelebat dalam pikirannya. Biyon mendesah, baiklah untuk
memastikannya ia akan menelepon rumahnya. Tapi untuk apa? Kembali pertanyaan
memenuhi pikirannya. Sial-sial apa yang
terjadi pada dirinya hari ini?, maki Biyon. Baiklah ia akan memastikan Ara
apakah baik-baik saja, itu cukup menjadi alasan. Tanpa banyak berpikir lagi ia
menelepon rumahnya. Selang beberapa menit kemudian Biyon mematikan ponselnya
setelah ia mengetahui keadaan rumahnya dari bibi Sastri. Sesungging senyuman
kini menghiasi wajah tampannya. Ternyata
gadis mungil itu belum pulang dan penyebabnya tak lain adalah keponakannya Ara
yang tak mau Ariesya pulang. Biyon merenggangkan otot-ototnya yang kaku, entah
mengapa ia merasa senang. Baiklah ia akan pulang sejenak melihat Ara, Ara atau Ariesya? Ejek dirinya sendiri.
Oke dua-duanya, Biyon akhirnya menyerah. Kembali ia duduk dan memanggil
sekretarisnya.
“suruh
pak Marwan untuk bersiap-siap, aku mau pulang sekarang!” perintah Biyon ketika
sekretarisnya sudah berada diruangannya. Sekretaris itu hanya mengangguk.
“tunggu
dulu, Sheila. Kamu juga pulanglah!” sambung Biyon bersiap-siap untuk beranjak
dari duduknya. Sheila yang ternyata nama sekretarisnya itu tiba-tiba bingung
dengan sikap bossnya ini. Biasanya bosnya ini selalu pulang larut malam
meskipun ibu atau ponakannya terkadang meminta bossnya pulang cepat. Dan selalu
tak pernah digubrisnya. Bahkan kejadian pagi tadi juga membuatnya
bertanya-tanya, selama ia berkerja belum pernah ia mendapati bossnya ini telat.
Biasanya bossnya sudah standby didepan mejanya dan akan memarahi karyawannya
apabila mereka telat. Dingin, terkontrol dan perfect. Ya begitulah sikap
sehari-hari bos mudanya yang tampan ini bahkan digilai para wanita. Tapi
sekarang ini banyak wanita yang patah hati bahkan dirinya karena
bosnya telah bertunangan dengan seorang model cantik nan sexy.
“Sheila...
aku tak membayarmu hanya untuk berdiri mematung seperti itu!” bentak Biyon yang
seketika itu juga mengembalikan Sheila kedunia nyata. Sheila tergagap mendengar
bentakan bosnya. “Sheila, cepat kerjakan perintahku!” bentak Biyon kedua
kalinya. Secepat kilat Sheila keluar dari ruangan Biyon. Biyon menghela
nafasnya, benar-benar aneh bahkan Sheila sekretarisnya yang bertahun-tahun
telah berkerja dengannya saja bingung atas sikapnya,
karena mereka tau betul sifat Biyon selama ini.
@@@@@@
Hujan
turun dengan derasnya ketika Biyon masuk kedalam rumahnya. Sayup-sayup ia
mendengar suara tertawa riang dari ruang keluarga, membuat ia mengurungkan
niatnya untuk langsung menuju kekamarnya. Tanpa sadar, kakinya sudah melangkah
keruang keluarga dan melihat keponakannya Ara sedang terguling-guling dilantai
yang dialasi dengan karpet tebal empuk sedang digelitiki oleh Ariesya.
Tampaknya mereka sangat akrab sekali seperti ibu dan anak saja.
“hahaha....!”
teriak Ara kegelian
“menyerah
sekarang?”tanya Ariesya antusias, tangannya tetap bergerilya diatas perut Ara.
Ara hanya menggeleng, wajahnya kini memerah menahan serangan bertubi-tubi dari
Ariesya. “ayo katakan rencana apa yang kalian bicarakan dengan....” suara
Ariesya terhenti ketika melihat Mr Dingin sudah berdiri dipintu menyaksikan ia
dan Ara saling bercanda. Penampilannya kusut
tak serapi ketika Ariesya bertemu tadi pagi. Dasinya sudah longgar, kemeja
putihnya sudah tak dimasukkan lagi kecelana dasar hitamnya. Sedangkan blezer
hitamnya hanya dipanggulnya. Rambutnya sedikit basah terkena hujan,titik-titik
air hujan itu perlahan-lahan jatuh memantulkan cahaya karena berpadu dengan
warna rambut Biyon yang pirang keemasan. Membuat Biyon bertambah tampan
meskipun dirinya sedikit berantakan. Dengan kagum Ariesya memandangnya tanpa
berkedip. Tanpa sengaja mata mereka berdua bertemu, lama mereka saling
memandang baik Ariesya maupun Biyon tak ada yang berniat untuk berpaling
melihat sekeliling. Mata mereka saling mengunci satu sama lain, dengan
pikirannya masing-masing.
“papa Biyon….!” Teriak Ara
mengagetkan mereka berdua, seketika itu juga Ariesya dan Biyon tersadar. Biyon
tersentak ketika Ara berlari kearahnya dan memeluknya seakan-akan mereka lama
tak bertemu.
“Oopsss! Papa basah Ara, nanti
kamu tambah sakit” ujar Biyon mencoba menjauhkan Ara dari dirinya. Tapi terlambat
karena Ara sudah memeluknya duluan, terpaksa Biyon menggendongnya. “gak apa-apa
papa, Ara sudah sembuh kok!” ujar Ara riang, tangannya mengacak-acak rambut
Biyon yang basah. Biyon tak menepisnya, dibiarkannya Ara mengacak rambutnya.
“apa benar sudah sembuh?” tanya
Biyon sambil berjalan kearah dimana Ariesya duduk. Ara mengangguk “ya papa!
Benarkan bu guru, Ara sudah sembuh” ujar
Ara meminta persetujuan dari Ariesya yang kini Ara sudah duduk disampingnya.
“ya benar… bahkan panasnya sudah
normal kembali !” jawab Ariesya, ia kini tak berani menatap Biyon. Samar-samar
Ariesya mencium aroma wangi dari tubuh Biyon yang kini sedang menunduk
mensejajarkan dirinya dengan Ara dan ditempelkannya telapak tangannya kekening
Ara, mencoba memeriksa suhu tubuh Ara. Ariesya menggigit bibirnya mencoba
menahan rasa yang tak menentu ketika ia berada sedekat ini dengan Mr Dingin.
Beruntung ketika Biyon menoleh kearahnya, Ariesya sudah bisa menguasai dirinya.
Ariesya tersenyum manis menatap mata cokelat Biyon. “ya kau benar Sya, panasnya
sudah turun” ujar Biyon kembali menatap Ariesya dan membalas senyum Ariesya.
Kini Ariesya tak tahan menatap mata cokelat Biyon sehingga ia memalingkan
pandangannya keluar. Dilihatnya hujan sudah reda, saatnya pulang, pikir
Ariesya.
“sepertinya hujan mulai reda,
aku….”
“gak, pokoknya bu guru gak boleh
pulang!” teriak Ara memotong perkataan
Ariesya yang sepertinya ia tau akan maksud Ariesya. Bianca hanya
manggut-manggut yang tentu saja Biyon tak bisa melihatnya meskipun Bianca
berdiri disampingnya. “tapi Ra, hujan sudah berhenti” sambung Ariesya. Ara
menggeleng dan menghentakkan kakinya kelantai.
“pokoknya gak boleh pulang…” Ara
kemudian menatap Biyon dengan wajah memelas
“ya kan papa?” sambung Ara lagi.
Biyon menggaruk kepalanya, bingung dengan pertanyaan Ara. “apanya?” Biyon balik
bertanya.
“bu guru boleh menginap dirumah
kitakan?” Ara meminta persetujuan dari Biyon. Seketika itu juga Ariesya menutup
mulutnya, kini ia tau rencana dua makhluk cantik ini. Ariesya melotot kearah
Bianca ketika Biyon dan Ara saling berhadapan, sehingga ia tak perlu khawatir
Biyon melihatnya sedang menatap tajam ke Bianca. Bianca tersenyum senang.
Bianca dan Ara saling mengerlingkan matanya satu sama lain ketika Ara kembali
digendong Biyon. “kalau itu papa gak bisa memutuskan, hanya bu Riesya yang bisa
memutuskan. Apakah ia mau menginap atau tidak…. “ jawab Biyon sekenanya, sebenarnya ia sangat
senang apabila gadis mungil ini jadi menginap dirumahnya. Kali ini ia setuju
akan sifat keras kepala keponakannya ini. Ariesya bingung, duh bagaimana ini.
Tak mungkin ia menginap disini tanpa alasan yang jelas. Seorang gadis menginap
dirumah lelaki yang tak begitu dikenalnya, apa kata orang nanti? Batin Ariesya.
Sepertinya Ariesya benar-benar harus menginap, cuaca benar-benar mendukung
rencana Bianca. Tiba-tiba saja hujan kembali deras dan semakin deras
dibandingkan dengan tadi. Ara dan Bianca tersenyum penuh kemenangan, tanpa
disadari mereka, Biyon juga tersenyum bersyukur dengan cuaca sekarang.
“sepertinya mau tak mau kamu harus menginap Sya, mengingat hujan sepertinya tak
akan reda” ujar Biyon mencairkan suasana karena lama mereka semua menatap
keluar jendela yang kini ditutupi dengan hujan deras. Ariesya menjilat
bibirnya, ya tak ada pilihan selain menginap batin Ariesya.
“baiklah… aku akan menginap
disini” akhirnya Ariesya menyerah. “horeee…!”
teriak Ara kegirangan sambil melepaskan diri dari Biyon yang sedari tadi
digendong Biyon. Ara memutari tubuh
Ariesya dan Biyon secara bergantian. “ummm tapi…” Ariesya memandang dirinya
sendiri yang sedari tadi belum berganti pakaiannya.
“kalau soal baju, kamu bisa
pinjam baju Bianca, mamanya Ara. Kebetulan pakaian Bianca ada beberapa
disini” ujar Biyon yang bisa membaca
maksud Ariesya. Bianca kembali manggut-manggut “ya, ya benar itu, kau bisa pinjam bajuku Sya” Bianca menimpali
perkataan Biyon saudara kembarnya yang suaranya hanya bisa didengar oleh
Ariesya dan Ara. “ya sekarang kau puas
Ca” sorot mata Ariesya seakan berbicara kepada Bianca. Bianca mengerti
makna mata Ariesya, ia hanya mengedikkan bahunya.
“ehmmm…. Bagaimana Sya? Setuju?”
tanya Biyon kembali ketika tak mendapat respon dari Ariesya. Ariesya
mengedikkan bahunya.
“ya tak ada pilihan lain” jawab
Ariesya singkat.
“nanti tidurnya dengan Ara ya bu
Riesya!” ujar Ara antusias, ia sangat senang sekali. Ariesya hanya mengangguk.
“kalau kamu keberatan tidur dengan Ara, kamu bisa tidur diruang tamu Sya” Biyon
menunjuk sebuah kamar tak jauh dari kamarnya. Ara cemberut mendengar penuturan
Biyon.
“uuh… bu guru tidur dengan Ara
saja, ranjang Ara gede loh” ujar Ara sambil merentangkan tangannya seakan-akan
mengukur ranjangnya. “iya sih, benar juga mengingat bu Riesya tubuhnya mungil”
Biyon menimpali perkataan Ara sambil tersenyum dikulum. Ariesya hanya manyun,
duh beginilah gak enaknya jadi orang pendek, makin pendek bila berhadapan
dengan Mr Dingin ini, keluh Ariesya.
“ya walaupun mungil bu Riesya
cantik kok” puji Biyon dengan tulus, ia meralat kata-kata pertamanya tadi.
Membuat Ariesya terbang kelangit ke tujuh, ia merasa tak berpijak kebumi
setelah mendengar pujian Biyon.
“bu guru emang cantik kok…!” Ara
ikut membenarkan pernyataan Biyon. Ariesya makin tersipu mendengar pujian dua
keponakan ini.
“oke… obrolan kita sambung lagi
nanti, sebaiknya kalian berdua ganti baju sana sekalian mandi” Biyon mencairkan
suasana dan membawa Ariesya kembali berpijak kebumi.
“untuk pakaianmu sendiri Riesya,
nanti bi Sastri akan mengantarkannya kekamar Ara” ujar Biyon yang mulai dengan
sifat-sifatnya yang memerintah dan suka mengontrol semaunya. “oke bos…!” ujar
Ara memberi hormat kepada Biyon yang disambung gelak tawa oleh mereka.
“ayo bu kita mandi…” Ara menarik
tangan Ariesya berlalu dari Biyon. Tetapi sebelum berlalu dari hadapan Biyon,
Ariesya menahan tubuhnya agar tetap disana sebentar.
“anda juga harus mandi, agar
tidak masuk angin” Ariesya tersenyum sambil berlalu dari hadapan Biyon dan
mengikuti Ara bergerak lincah menuju kekamarnya. Biyon tersenyum mendengar
perkataan Ariesya. “terima kasih atas perhatiannya” Ariesya masih sempat
mendengar Biyon berkata sebelum ia menaiki tangga.
@@@@@@@
“yeah sukses lagi rencana kita”
Bianca berkata puas. Ketika mereka bertiga sudah berada dikamar. Kembali Bianca
dan Ara saling tos meskipun mereka tak bisa saling menyentuh. Ariesya ingin
berkata sesuatu tetapi niatnya diurungkan ketika ia melihat bi Sastri datang
membawa sehelai handuk dan baju tidur ukuran besar berbentuk dress panjang yang
meyerupai gaun tidur para gadis bangsawan dikerajaan yang pernah ia tonton di
tv. “ini nona Ariesya, pakaian tidur nona untuk malam ini dan juga handuk”
tanpa dikomando lagi seperti sudah tau tugasnya bi Sastri meletakkan handuk dan
baju tidur diatas ranjang Ara. “terima kasih bi” ujar Ariesya canggung, belum
pernah ia dilayani seperti layaknya para puteri bangsawan sekarang ini. Seperti
tau rasa canggung Ariesya, bi Sastri tersenyum “tidak usah sungkan nona, sudah
menjadi tugas saya untuk melayani tamu nona kecil Ara dan tuan muda Biyon”
“eh ya… “ sahut Ariesya pendek
dan kemudian tersenyum tulus kepada bi Sastri. Diam-diam Ariesya menaruh rasa
kagum pada wanita paruh baya itu. “benar-benar baik ya bi Sastri itu” ujar
Ariesya penuh kagum ketika mereka hanya tinggal bertiga lagi.
“ya begitulah bi Sastri, wanita
tua yang berwibawa. Ia sudah mengabdi pada keluarga kami hampir tiga generasi.
Dimulai dari generasi papa, kemudian generasiku dan Biyon hingga generasi Ara.
Aku dan Biyon besar melalui asuhan bi Sastri.” Sahut Bianca menjelaskan sedikit
tentang bi Sastri. “wow…” begitulah suara yang keluar dari mulut Ariesya, ia
makin kagum terhadap pembantu senior Bianca itu.
“yeah… ketika kami masih kecil
dulu bi Sastri itu gak sekalem sekarang. Ia sangat cerewet sekali terhadap
kami, apapun harus berdasarkan aturan yang dibuat dirumah ini. Makanya Biyon
tumbuh dengan aturan yang selalu dipegangnya hingga saat ini” Bianca
menambahkan perkataannya sambil mengenang masa kecilnya yang penuh dengan
aturan-aturan dimana-mana. Oh jadi
begitu, makanya sifat Mr Dingin seperti itu, dingin, penuh control dan punya kendali yang besar dalam hidupnya bahkan hidup seseorang yang
ia kenal Ariesya manggut-manggut mengerti. “dan mungkin juga bi Sastri masa
mudanya cerewet karena menghadapi Biyon kecil dan Bianca kecil yang tak mau
diatur” Ariesya coba menganalisa perkataan Bianca.
“binggo, seratus buat bu guru
Riesya, hehehe!” sahut Bianca cengar-cengir. “dan tentunya juga ia sekarang
kalem karena umurnya yang semakin menua” Bianca kembali menambahkan
kata-katanya.
“bu guru… Ara sudah siap nih,
kita mandi berdua ya” Ara mengagetkan Ariesya dan Bianca yang sibuk bercerita
dari tadi. Dilihatnya Ara sudah berselimut handuk bersiap menuju kekamar mandi
yang berada dikamarnya sendiri. “baiklah kalau begitu ibu mau buka baju dulu,
tunggu sebentar ya” Ariesya menutup pintu kamar mandi dan mengganti pakaiannya,
sebelum membuka pintu kembali Ariesya mengisi air di bathup.
“oke waktunya kita mandi” teriak
Ariesya dari dalam kamar mandi. “horeee, mama mau ikut mandi?” tanya Ara polos. “gak sayang,
mama tunggu diluar saja” Bianca menolak halus pertanyaan putrinya ini. “kenapa,
mama? Mama kan belum mandi sama kayak Ara dan bu guru” kembali Ara bertanya
dengan bingung.
“karena mama sudah gak butuh
mandi lagi sayang” getir Bianca
menjelaskan kepada putri kecilnya ini. Mata Bianca berkaca-kaca, rasanya ia
ingin menangis kalau ia masih bisa mengeluarkan air matanya. Bahkan Ariesya
yang berdiri dipintu kamar mandi juga ikut berkaca-kaca matanya ketika
mendengar Bianca berkata seperti itu.
“cepat Ra, keburu airnya dingin
tuh” Ariesya mengalihkan perhatian Ara dengan menunjuk bathup yang kini penuh
dengan busa. Seketika itu juga Ara tertarik dengan busa tersebut dan berlari
menuju Ariesya yang sudah berdiri dipintu kamar mandi. “makasih Sya” ujar
Bianca, beberapa detik kemudian sudah menghilang dari pandangan. Ariesya mengangguk
dan menutup pintu kamar mandi dan segera bergabung dengan Ara yang sibuk dengan
busa sedari tadi.
@@@@@@
“seger ya” ucap Ariesya ketika
keluar dari kamar mandi bersama Ara, mereka mengenakan handuk sebagai pembalut
tubuh mereka.
“sini ibu bantu” Ariesya melihat
Ara kesulitan mengenakan pakaiannya. Sebelum Ara mengenakan pakaiannya Ariesya
membubuhi minyak telon agar Ara tak kedinginan.
“yup, selesai.” Ujar Ariesya
ketika ia selesai mengancingkan pakaian Ara dari belakang. Kini Ariesya juga
mengenakan pakaian yang diberikan oleh bi Sastri tadi.
“wow, cocok Sya kau mengenakan
gaun tidur milikku” puji Bianca yang kini sudah berdiri disamping Ariesya
didepan cermin meskipun tubuh Bianca tak kelihatan yang tampak didepan cermin
hanyalah Ariesya seorang.
“tapi tangannya sedikit
kebesaran” ujar Ariesya sambil menggulung lengan bajunya sedikit agar tangannya
kelihatan kemudian Ariesya memutar tubuhnya kebelakang melihat dirinya dari
belakang didepan cermin. “iya sih…, gaun ini tak pernah kupakai” ujar Bianca sambil memperhatikan gaun tidur yang dipakai
Ariesya.
“apa? Jadi ini masih baru Ca?”
tanya Ariesya kaget, ia berhenti sejenak dari aktifitas memutar tubuhnya
kemudian duduk diranjang dimana Ara sedang memakai bedak bayi sambil
menggunakan cermin kecil. Ya tentu saja belepotan, karena tak ada yang
membantunya. Ariesya dan Bianca tertawa melihat lucunyan wajah Ara. “ya
begitulah, karena gaun itu kekecilan buatku ketika membelinya, jadi kubiarkan
saja dan ternyata muat denganmu” kembali Bianca menjelaskan.
“kenapa gak diukur dulu ketika
membelinya?”
“yeah, namanya juga belanja di
online shop, hanya melihat gambar” Bianca mengedikkan bahunya. “salah satu
dukanya belanja melalui dunia maya” timpal Ariesya yang diiringi dengan
anggukan Bianca. Ariesya kini membetulkan bedak yang belepotan diwajah Ara
kemudian menyisir rambut pirang Ara yang tergerai panjang. Dan terakhir ia juga
menyisir rambutnya sendiri.
“oh jadi ini rencana kalian, iya
kan” Ariesya teringat kembali akan rencana Bianca. Ariesya berdiri dari ranjang
dan berkacak pinggang sambil melotot kepada dua mahkluk pirang didepannya ini.
Bianca dan Ara saling berpandangan kemudian tersenyum senang kepada Ariesya.
“saatnya makan malam nona-nona”
teriak bi Sastri dari luar kamar tak berapa lama kemudian terdengar langkah bi
Sastri menjauh dari kamar tersebut. “sana saatnya kalian berdua makan” ujar
Bianca yang tak berapa lama kemudian telah menghilang dari pandangan. Ara
menarik tangan Ariesya menuju ruang makan. Yang ternyata Biyon sudah menunggu
mereka dimeja makan dengan berpakain t–shirt putih. Membuat Ariesya menjadi
gugup ketika mereka bertemu kembali, apalagi mereka saling bertatapan. Biyon
terpaku dan hanya bisa menatap gadis mungil dihadapannya ini.
“akhirnya datang juga, tuan
puteri” cibir Biyon kepada keponakannya Ara sambil tersenyum kecil. Bi Sastri
melonggarkan kursi agar Ara bisa duduk, dengan susah payah Ara naik kekursinya
karena ukuran kursinya lebih besar ketimbang ukuran tubuhnya.
“silahkan duduk Sya… jangan
berdiri saja” Biyon mengagetkan Ariesya yang sedari tadi memperhatikan Ara.
Ariesya pun duduk berhadapan dengan Ara karena sekarang ini ditengah-tengah
mereka ada Biyon. Ariesya sangat gugup makan bersama Biyon.
“ kau cantik Sya”puji Biyon tak
bisa menahan diri untuk memuji gadis mungil disampingnya ini yang sedari tadi
hanya diam menikmati makanannya. Ariesya hampir saja tersedak mendengar kedua
kalinya Mr Dingin ini memuji dirinya. Beruntung ia bisa menguasai keadaan
meskipun Biyon dengan jelas bisa melihat wajahnya memerah karena tersipu-sipu.
“terima kasih atas pujiannya” jawab Ariesya menunduk tak berani memandang
lansung wajah Biyon. Biyon memperhatikan Ariesya dengan seksama membuat gadis
mungil ini semakin salah tingkah dibuatnya. “sepertinya bajunya pas dengan
ukuran tubuhmu, meskipun lengan tangannya sepertinya kepanjangan" ujar
Biyon sambil mengunyah makanan, matanya tetap tak beranjak mengamati gadis
mungil disampingnya. Ariesya mengamati pakaiannya, benar-benar manusia
pengontrol. Hal kecil seperti ini saja ia tau detilnya. “ya begitulah… menurut
Bianca sewaktu membeli katanya kekecilan” jawab Ariesya teringat akan perkataan
Bianca. Biyon berhenti mengunyah dan melepaskan sendoknya, ia terdiam sejenak
lalu diambilnya gelas yang sudah berisi air disampingnya dan meminumnya hingga tersisa setengah
airnya. Ada apa dengan Mr Dingin ini?
Apakah ia menyinggung sesuatu hingga membuat Mr Dingin ini tak nyaman?
Batin Ariesya, dan oh ya ampun, tentu saja ia tadi menyinggung nama Bianca,
yang si Mr Dingin ini taunya ia tak kenal. Duh
betapa gobloknya dirimu Sya! Hardik diri Ariesya sendiri.
“dari mana kau tau Bianca?
Bicara dengan Bianca? Bianca sudah meninggal beberapa minggu yang lalu.” Ucap
Biyon, ia melembutkan suaranya ketika mengucapkan kata meninggal. Takut kalau
Ara mendengarnya.
“eng… itu sebenarnya aku
mendengar dari… dari…!” Ariesya bingung. Bagaimana sebaiknya mengatakannya?
Diliriknya Ara sedang asyik mengunyah makanan. Dan ia melihat kesebelah Ara
yang ternyata Bianca ada sambil tersenyum kepadanya. Ariesya mencoba mengatakan
sesuatu kepada Bianca melalui matanya. Bagaimana
ini Ca? seakan tau isyarat dari Ariesya, Bianca kemudian berbisik kepada
Ara entah apa yang dibicarakan oleh mereka.
“dari siapa Sya?” tanya Biyon
mengagetkan Ariesya.
“dari… dari…. “ Ariesya gugup.
“dari aku papa…! Aku memberi tau
bu guru tadi” jawab Ara tiba-tiba. Biyon kini menoleh kepada Ara. Ariesya
menghela nafasnya, syukurlah batin Ariesya. “oh ya… kapan mama bilang begitu?”
tanya Biyon tak percaya. Lalu kenapa gadis mungil tadi gugup kalau ia taunya
dari Ara. “barusan…!” jawab Ara sambil tetap mengunyah. Mendengar perkataan Ara
barusan membuat Ariesya tersedak makanan tak ayal ia batu-batuk.
“minum ini” Biyon menyodorkan
segelas air putih yang diambilnya dari samping Ariesya. “terima kasih” ujar
Ariesya sambil terus batuk hingga membuat wajahnya memerah barulah berhenti
batuknya ketika ia sudah meminum segelas air.
“barusan?” kembali Biyon mengernyitkan
dahinya.
“apa anda tak merasakan sesuatu?
Seperti kehadiran seseorang disini misalnya?” Ariesya balik bertanya sambil
melirik ke Bianca. Bianca mengacungkan jari jempolnya tanda setuju dengan
pertanyaan barusan Ariesya. Biyon menghela nafasnya, kenapa gadis mungil ini menjadi ngelantur bicaranya? Apakah ia takut
berada dirumahnya? batin Biyon.
“tidak… aku tidak merasakan
seseorang disini selain kita bertiga!” bantah Biyon keras. “ya sudah, kita
teruskan makannya dan kau Ara jangan berbicara lagi tentang mama kepada bu
Riesya” bentak Biyon. Ara hanya mengangguk. Kini mereka kembali makan tanpa
berkata-kata lagi. Sunyi, semua diam menyantap makanan masing-masing. Bianca
sangat kesal sekali, ia memukul kepala Biyon tetapi hanya tembus.
Berulang-ulang kali ia mencoba, tetapi gagal. Kini ia melototi Biyon tepat
diwajah Biyon. Tetapi Biyon hanya biasa saja. Ariesya melirik Bianca sekilas
saja. “halooo Biyon, ini aku saudaramu!”
teriak Bianca lagi keras-keras, tetapi
Biyon tetap saja tidak mendengar. Ia tetap makan. “Biyooooon… apakah kau tidak merasakan kehadiranku?” teriak Bianca
lagi ia benar-benar kesal, kenapa saudara kembarnya sendiri tak merasakan
kehadirannya. Bianca cemberut itu terlihat jelas diwajahnya yang putih pucat.
Ariesya pura-pura tak mendengar ia pokus kemakanannya seperti yang dilakukan
oleh Mr Dingin disampingnya ini.
@@@@@@@@
Biyon merenggangkan otot-ototnya
yang kaku setelah menyelesaikan pekerjaannya. Diambilnya gelas kosong yang
berada disampingnya dan berjalan menuju meja kecil tak jauh dari meja kerjanya
kemudian ia mengisi kembali gelasnya dengan air dari dispenser. Ia meneguk airnya
hingga tak tersisa, rasanya nikmat sekali meminum air ketika kerongkongannya
terasa kering. Ia duduk kembali untuk melanjutkan aktifitasnya, tetapi moodnya
tiba-tiba menjadi jelek hingga ia tak semangat lagi untuk memeriksa
dokumen-dokumen yang ia bawa dari kantor tadi. Biyon menghela nafasnya, kini
tubuhnya benar-benar ia baringkan dikursi besarnya yang empuk. Biyon menerawang
memandang langit-langit ruang kerjanya. “apa
yang terjadi denganmu hari ini men, tak biasanya kau tak semangat mengerjakan
sesuatu” bisik hati kecil Biyon. Biyon beberapa kali mendesah gelisah. Ini
benar-benar bukan sifatnya, ia yang dingin, tak banyak bicara menjadi tak
karuan seperti ini hanya karena seorang gadis mungil. Ariesya. Nama itu kembali
muncul dibenaknya dan bukan hanya namanya saja wajahnya pun sekelebat melintas
dipikirannya. Setelah makan malam tadi, mereka tak bicara satu sama lain.
Kembali kekamar masing-masing. Ia tadi tak seharusnya membentaknya bahkan
keponakannya Ara ia juga bentak hingga membuat suasana makan malam mereka
menjadi sunyi senyap. Hanya karena Ariesya dan Ara menyebut nama Bianca,
bagaimana bisa Ara berkomunikasi dengan seseorang yang sudah meninggal.
Benar-benar tak masuk akal, ia tak percaya akan adanya mahkluk dunia lain, ia
hanya percaya akan logika dan realistis. Dan itu yang dibutuhkan olehnya untuk
menjalankan perusahaannya. Berbeda dengan dirinya, gadis mungil ini malah
percaya akan kata-kata Ara yang tak masuk diakal. Mungkin itulah yang membuat
gadis mungil ini sepertinya ketakutan hingga mengatakan hal-hal yang aneh. Dan
sekarang ini apa yang dilakukan oleh gadis mungil dikamar Ara? Apakah gadis
mungil belum tidur? Diliriknya jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam,
pasti ia sudah tertidur lelap. Entah apa yang dimimpikan gadis mungil ini.
Batin Biyon.
Biyon menguap, saatnya
tidur,pikirnya. Ia beranjak dari kursinya dan keluar dari ruang kerjanya menuju
kekamar tidurnya. Sambil mengunci pintu ruang kerjanya, ia mendongak ke lantai
2, berharap pintu kamar Ara belum dikunci. Ternyata benar, pintunya masih
terbuka sedikit dan lampunya juga belum dimatikan. Apakah gadis mungil belum
tidur? Tanya Biyon dalam hati, sesungging senyuman menghiasi wajah tampan
Biyon, entah kenapa ia menjadi senang. Biyon sendiri ingin menuju kekamarnya
dan tentunya kamar dimana gadis mungil tidur ia lewati.
@@@@@@
“ini benar-benar mengesalkan,
kenapa Biyon tak merasakan keberadaanku. Padahal kami sendiri saudara kembar”
ujar Bianca berdiri disamping Ariesya yang memandang langit malam hari
dibalkon. “sttt… jangan keras-keras. Ara baru saja tertidur lelap” Ariesya
menoleh ke Bianca dan menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya. Bianca memutar
kepalanya melihat kedalam dimana Ara sedang tertidur lelap.
“sama, aku juga heran. Atau
mungkin sifatnya yang realistis itu membuatnya tak bisa merasakan dirimu”
Ariesya memberikan suatu pemikiran yang logis. Teringat ketika mereka dimeja
makan tadi saat ia menyinggung nama Bianca, Biyon benar-benar tak percaya akan
keberadaan mahluk dunia lain. Bahkan tak ada yang berani berkata setelah
mendengar Biyon membantah dan terlebih lagi membentak mereka. Akhirnya makan
malam mereka berakhir begitu saja dengan kesunyian. Bianca kembali memutar
tubuhnya menghadap Ariesya. “yeah mungkin saja” Bianca mengangkat bahunya
setuju dengan pernyataan Ariesya.
“belum tidur?” suara dingin dan
berat yang baru saja dikenal Ariesya membuat ia menoleh kearah pemilik suara
tersebut. Ternyata benar dugaannya Mr Dingin sudah berada disampingnya tepat dimana
Bianca berdiri tadi. Tetapi Bianca sudah menghilang duluan. Ariesya hanya
mengangguk dan kembali menatap langit malam yang tanpa disadarinya langit
tersebut sudah berhiaskan bintang-bintang. Biyon ikut-ikutan memandang
kelangit. “anda sendiri kenapa belum tidur?” Ariesya balik bertanya, yeah hanya sekadar basi-basi pikir
Ariesya. “ya, jam segini aku belum tidur, biasanya aku tidur setelah
menyelesaikan dokumen-dokumen atau mempersiapkan bahan untuk kekantor esok
harinya” jawab Biyon tanpa menoleh ke Ariesya, ia sangat menikmati
bintang-bintang dilangit.
“indah sekali langit malam ini
berhiaskan bintang-bintang, apa kamu sering memandang langit malam Sya?” ujar
Biyon lagi. “ya begitulah, aku sering memandang langit malam hari ketika aku
tak bisa tidur” jawab Ariesya. Biyon menoleh ke Ariesya, dan memandang wajah
gadis mungil ini lekat-lekat. “seperti malam ini?” Biyon mencoba menebak.
Ariesya hanya mengangguk. Lama Biyon dan Ariesya sama-sama diam, mereka hanya
memandang langit.
“umm…. Soal tadi saat makan aku
minta maaf” akhirnya Biyon berkata memecahkan kebisuan diantara mereka. Ariesya
memandang Biyon, tanpa disadarinya ternyata Mr Dingin ini sudah berganti dengan
pakaian tidur. “ya tak apa-apa, aku mengerti kok!” Ariesya menunduk dan
memandang jari-jarinya sendiri.
“dari mana kau tau Sya, kalau
Bianca sudah meninggal?” selidik Biyon. Ia tak pernah menyinggung soal Bianca
kepada gadis mungil ini.
“itu dari perkataan Ara, sewaktu
aku pertama kali bertemu dengannya. Ara bilang ibunya pergi jauh sekali,
kelangit yang tak terjangkau. Dari sana aku bisa menilai kalau ibunya sudah
meninggal” Teringat Ariesya ketika pertama kali ia bertemu dengan Ara ketika
Ara menunggu jemputannya.
“anda pintar sekali, bisa
menganalisa maksud perkataan orang. Dan kalau tau nama Bianca dari mana?”
“kalau itu… membaca biodatanya
dari sekolah, aku kan gurunya” Ariesya menjelaskan. Biyon bernafas lega, itu
berarti gadis mungil ini tau kalau Biyon bukan papa kandungnya Ara. Entah
kenapa ia merasa senang sekali.
“Bianca adalah saudara kembarku,
ia meninggal akibat kecelakaan 3 minggu yang lalu” Biyon terdiam sejenak,
mencoba berpikir keras. Kalau itu aku
juga tau, sebenarnya sih bukan kecelakaan tepatnya dibunuh,sahut Ariesya
dalam hati.
“maka itulah aku bilang ke Ara
kalau ibunya pergi jauh, entah mengerti atau tidak anak umur 4 tahun seperti
Ara. Itulah kenapa Ara tak mengijinkan dirimu pulang, ia rindu akan sesosok
ibunya” lanjut Biyon. “malangnya Bianca” Biyon berucap lirih, menahan gejolak
hatinya yang sedih memikirkan nasib tragis saudara kembarnya. Ariesya ikut
sedih mendengarnya, ia tak sanggup berkata apa-apa. “ini semua terjadi karena
aku kurang perhatian terhadap dia. Ia baru bercerai dari suaminya tiga hari
sebelum ia meninggal. Mungkin itu yang membuat kecelakaannya, karena kurang
konsentrasi.” Suara Biyon parau membayangkan betapa ia tidak perhatian terhadap
saudaranya sendiri.
“Bahkan ketika Bianca berada
dimasa yang paling sulit, ia hamil dengan kekasihnya dan malangnya Bianca,
setelah ia berbicara dengan kekasihnya bahwa ia mengandung dua bulan buah
cintanya, kekasihnya meninggal akibat serangan jantung. Dan aku yang dingin
dengan kejam berkata kalau….” Biyon menghentikan kata-katanya ia tak sanggup
membayangkan betapa kejam dan bodoh dirinya saat itu. Ariesya terpaku diam
membisu mendengar cerita Biyon barusan, ia menunggu Biyon melanjutkan
ceritanya.
“kalau sebaiknya ia menggugurkan
kandungannya, itu hanya akan menjadi aib bagi dirinya dan juga keluarga besar
kami. Tetapi Bianca yang keras kepala tak mau menggugurkan kandungannya, ia
tetap ngotot ingin melahirkan janin yang ia kandung. Setelah seminggu kemudian
muncullah Bayu Pratama, ia datang kepadaku dan berkata kalau ia adalah sahabat
Bianca dan mau bertanggung jawab atas Bianca. Bagai angin segar Bayu datang
kekeluargaku, aku menerima keputusan Bayu begitu juga dengan Bianca. Tetapi entah ada apa dengan
mereka berdua, 3 minggu yang lalu Bianca memutuskan untuk bercerai dari Bayu
dan peristiwa itu harus terjadi. Seandainya saja aku menemani dan menghibur
Bianca hari itu, mungkin Bianca tak mengalami kecelakaan dan bahkan hingga hari
ini ia masih hidup” Biyon tertunduk sedih memikirkan itu semua. Ariesya
merasakan kepedihan yang dialami oleh Biyon. Tanpa sadar Ariesya menggenggam
tangan Biyon dengan lembut, mencoba berbagi rasa apa yang dialami oleh Mr
Dingin ini. Biyon mendongak, dan menatap gadis mungil yang menggenggam
tangannya. Iapun balik menggenggam tangan Ariesya.
“aku mengerti kok… Bianca
meninggal karena sudah takdirnya dan semua ini bukan kesalahanmu… mungkin
Bianca kecelakaan bukan karena ia sedih tapi…” Ariesya menghentikan
perkataannya bagaimana ya bilangnya kalau
ia dibunuh oleh Bayu dan Monica, Biyon hanya tau kalau Bayu itu sangat baik.
Ariesya menatap mata cokelat Biyon, tanpa ia sadari Biyon juga menatapnya.
Biyon memandang wajah Ariesya, lama ia menatap kedua bola mata hitam milik
gadis mungil ini. Ia melihat mata gadis mungil didepannya berkaca-kaca menahan
agar air matanya tak jatuh.
“beruntung Bianca tak
menggugurkan janinnya, dan lihatlah sekarang. Kau mendapatkan seorang gadis
kecil yang lucu nan imut, sebagai pengganti Bianca” Ariesya mengalihkan
perkataanya tadi. Ia kemudian melepaskam genggaman tangannya dari Biyon dan
melihat kekamar dimana Ara sedang tertidur pulas secara bersamaan Biyon juga
memperhatikan Ara. “ya, dan tentunya kau bisa mengasuh Ara sekaligus kau bisa
menebus kesalahanmu dengan terus menjaga dan memberinya perhatian lebih dari
Bianca” hibur Ariesya. Biyon sangat terkesima dengan pernyataan gadis mungil
ini tak disangka ia sangat mengerti dirinya. Dan sedetik kemudian gadis mungil
ini sudah berada dalam pelukannya.
“maafkan aku, biarkan aku begini
sejenak!” ujar Biyon parau menahan tangis sambil terus memeluk Ariesya. Ariesya
ragu-ragu untuk membalas pelukan Mr Dingin ini.
Tangannya gemetaran, perlahan-lahan tangannya yang sedari tadi kaku
untuk digerakkan kini sudah berada dipinggang Mr Dingin dan kini mereka
benar-benar berpelukan dalam diam ditemani semilir angin yang berhembus
perlahan.
****
Bersambung ke Sebuah Fakta Part 11